Etimologi
Nama
Jakarta digunakan sejak masa pendudukan Jepang tahun 1942, untuk menyebut wilayah bekas
Gemeente Batavia yang diresmikan pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1905. Nama ini dianggap sebagai kependekan dari kata
Jayakarta (Dewanagari) yang diberikan oleh orang-orang Demak dan Cirebon di bawah pimpinan Fatahillah
(Faletehan) setelah menyerang dan menduduki pelabuhan Sunda Kelapa pada
tanggal 22 Juni 1527. Nama ini biasanya diterjemahkan sebagai "kota
kemenangan" atau "kota kejayaan", namun sejatinya artinya ialah
"kemenangan yang diraih oleh sebuah perbuatan atau usaha".
Bentuk lain ejaan nama kota ini telah sejak lama digunakan. Sejarawan Portugis João de Barros dalam
Décadas da Ásia (1553) menyebutkan keberadaan "
Xacatara dengan nama lain
Caravam (Karawang)". Sebuah dokumen (piagam) dari Banten (k. 1600) yang dibaca ahli epigrafi Van der Tuuk juga telah menyebut istilah
wong Jaketra, demikian pula nama
Jaketra juga disebutkan dalam surat-surat Sultan Banten dan
Sajarah Banten (pupuh 45 dan 47) sebagaimana diteliti Hoessein Djajadiningrat
. Laporan Cornelis de Houtman tahun 1596 menyebut Pangeran Wijayakrama sebagai
koning van Jacatra (raja Jakarta).
Sunda Kelapa (397–1527)
Jakarta pertama kali dikenal sebagai salah satu pelabuhan
Kerajaan Sunda yang bernama
Sunda Kalapa, berlokasi di muara
Sungai Ciliwung. Ibu kota
Kerajaan Sunda yang dikenal sebagai Dayeuh
Pakuan Pajajaran atau
Pajajaran (sekarang
Bogor)
dapat ditempuh dari pelabuhan Sunda Kalapa selama dua hari perjalanan.
Menurut sumber Portugis, Sunda Kalapa merupakan salah satu pelabuhan
yang dimiliki
Kerajaan Sunda
selain pelabuhan Banten, Pontang, Cigede, Tamgara dan Cimanuk. Sunda
Kalapa yang dalam teks ini disebut Kalapa dianggap pelabuhan yang
terpenting karena dapat ditempuh dari ibu kota kerajaan yang disebut
dengan nama Dayo (dalam
bahasa Sunda modern: dayeuh yang berarti ibu kota) dalam tempo dua hari.
Kerajaan Sunda sendiri merupakan kelanjutan dari
Kerajaan Tarumanagara pada
abad ke-5
sehingga pelabuhan ini diperkirakan telah ada sejak abad ke-5 dan
diperkirakan merupakan ibu kota Tarumanagara yang disebut Sundapura.
Pada abad ke-12, pelabuhan ini dikenal sebagai pelabuhan lada yang sibuk. Kapal-kapal asing yang berasal dari
Tiongkok,
Jepang,
India Selatan, dan
Timur Tengah
sudah berlabuh di pelabuhan ini membawa barang-barang seperti porselen,
kopi, sutra, kain, wangi-wangian, kuda, anggur, dan zat warna untuk
ditukar dengan rempah-rempah yang menjadi komoditas dagang saat itu.
Jayakarta (1527–1619)

Bangsa Portugis merupakan Bangsa Eropa pertama yang datang ke Jakarta. Pada abad ke-16, Surawisesa,
raja Sunda meminta bantuan Portugis yang ada di Malaka untuk mendirikan
benteng di Sunda Kelapa sebagai perlindungan dari kemungkinan serangan
Cirebon yang akan memisahkan diri dari Kerajaan Sunda. Upaya permintaan bantuan Surawisesa kepada Portugis di Malaka tersebut diabadikan oleh orang Sunda dalam cerita pantun seloka Mundinglaya Dikusumah,
dimana Surawisesa diselokakan dengan nama gelarnya yaitu Mundinglaya.
Namun sebelum pendirian benteng tersebut terlaksana, Cirebon yang
dibantu Demak langsung menyerang pelabuhan tersebut. Orang Sunda
menyebut peristiwa ini tragedi, karena penyerangan tersebut
membungihanguskan kota pelabuhan tersebut dan membunuh banyak rakyat
Sunda disana termasuk syahbandar pelabuhan. Penetapan hari jadi Jakarta tanggal 22 Juni oleh Sudiro, walikota Jakarta, pada tahun 1956 adalah berdasarkan tragedi pendudukan pelabuhan Sunda Kalapa oleh Fatahillah pada tahun 1527. Fatahillah mengganti nama kota tersebut menjadi Jayakarta yang berarti "kota kemenangan". Selanjutnya Sunan Gunung Jati dari Kesultanan Cirebon, menyerahkan pemerintahan di Jayakarta kepada putranya yaitu Maulana Hasanuddin dari Banten yang menjadi sultan di Kesultanan Banten.
Batavia (1619–1942)
Orang
Belanda datang ke Jayakarta sekitar akhir abad ke-16, setelah singgah di Banten pada tahun
1596. Jayakarta pada awal abad ke-17 diperintah oleh
Pangeran Jayakarta, salah seorang kerabat
Kesultanan Banten. Pada
1619,
VOC dipimpin oleh
Jan Pieterszoon Coen menduduki Jayakarta setelah mengalahkan pasukan
Kesultanan Banten dan kemudian mengubah namanya menjadi
Batavia. Selama kolonialisasi Belanda, Batavia berkembang menjadi kota yang besar dan penting. (
Lihat Batavia). Untuk pembangunan kota, Belanda banyak mengimpor budak-budak sebagai pekerja. Kebanyakan dari mereka berasal dari
Bali,
Sulawesi,
Maluku,
Tiongkok, dan
pesisir Malabar, India. Sebagian berpendapat bahwa mereka inilah yang kemudian membentuk komunitas yang dikenal dengan nama
suku Betawi. Waktu itu luas Batavia hanya mencakup daerah yang saat ini dikenal sebagai
Kota Tua
di Jakarta Utara. Sebelum kedatangan para budak tersebut, sudah ada
masyarakat Sunda yang tinggal di wilayah Jayakarta seperti masyarakat
Jatinegara Kaum.
Sedangkan suku-suku dari etnis pendatang, pada zaman kolinialisme
Belanda, membentuk wilayah komunitasnya masing-masing. Maka di Jakarta
ada wilayah-wilayah bekas komunitas itu seperti Pecinan,
Pekojan,
Kampung Melayu, Kampung Bandan, Kampung Ambon,
Kampung Bali, dan
Manggarai.
Pada tanggal
9 Oktober 1740,
terjadi kerusuhan di Batavia dengan terbunuhnya 5.000 orang Tionghoa.
Dengan terjadinya kerusuhan ini, banyak orang Tionghoa yang lari ke luar
kota dan melakukan perlawanan terhadap Belanda.
[16] Dengan selesainya
Koningsplein (
Gambir) pada tahun 1818, Batavia berkembang ke arah selatan. Tanggal 1 April 1905 di Ibukota Batavia dibentuk dua kotapraja atau
gemeente,
yakni Gemeente Batavia dan Meester Cornelis. Tahun 1920, Belanda
membangun kota taman Menteng, dan wilayah ini menjadi tempat baru bagi
petinggi Belanda menggantikan
Molenvliet di utara. Pada tahun 1935, Batavia dan Meester Cornelis (
Jatinegara) telah terintegrasi menjadi sebuah wilayah Jakarta Raya.
[17]
Pada 1 Januari 1926 pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan peraturan
untuk pembaharuan sistem desentralisasi dan dekonsentrasi yang lebih
luas. Di Pulau Jawa dibentuk pemerintahan otonom provinsi.
Provincie West Java
adalah provinsi pertama yang dibentuk di wilayah Jawa yang diresmikan
dengan surat keputusan tanggal 1 Januari 1926, dan diundangkan dalam
Staatsblad (Lembaran Negara) 1926 No. 326, 1928 No. 27 jo No. 28, 1928
No. 438, dan 1932 No. 507. Batavia menjadi salah satu keresidenan dalam
Provincie West Java disamping Banten, Buitenzorg (Bogor), Priangan, dan Cirebon.
Jakarta (1942–Sekarang)
Pendudukan oleh
Jepang dimulai pada tahun
1942 dan mengganti nama Batavia menjadi
Djakarta untuk menarik hati penduduk pada
Perang Dunia II. Kota ini juga merupakan tempat dilangsungkannya
Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada
17 Agustus 1945 dan diduduki Belanda sampai pengakuan kedaulatan tahun
1949.
Sebelum tahun 1959, Djakarta merupakan bagian dari Provinsi Jawa
Barat. Pada tahun 1959, status Kota Djakarta mengalami perubahan dari
sebuah kotapraja di bawah walikota ditingkatkan menjadi daerah tingkat
satu (Dati I) yang dipimpin oleh gubernur. Yang menjadi gubernur pertama
ialah
Soemarno Sosroatmodjo,
seorang dokter tentara. Pengangkatan Gubernur DKI waktu itu dilakukan
langsung oleh Presiden Sukarno. Pada tahun 1961, status Jakarta diubah
dari Daerah Tingkat Satu menjadi Daerah Khusus Ibukota (DKI) dan
gubernurnya tetap dijabat oleh Sumarno.
[18]
Semenjak dinyatakan sebagai ibu kota, penduduk Jakarta melonjak
sangat pesat akibat kebutuhan tenaga kerja kepemerintahan yang hampir
semua terpusat di Jakarta. Dalam waktu 5 tahun penduduknya berlipat
lebih dari dua kali. Berbagai kantung pemukiman kelas menengah baru
kemudian berkembang, seperti
Kebayoran Baru,
Cempaka Putih,
Pulo Mas,
Tebet, dan
Pejompongan. Pusat-pusat pemukiman juga banyak dibangun secara mandiri oleh berbagai kementerian dan institusi milik negara seperti
Perum Perumnas.
Pada masa pemerintahan Soekarno, Jakarta melakukan pembangunan proyek besar, antara lain
Gelora Bung Karno,
Masjid Istiqlal, dan
Monumen Nasional. Pada masa ini pula
Poros Medan Merdeka-Thamrin-Sudirman
mulai dikembangkan sebagai pusat bisnis kota, menggantikan poros Medan
Merdeka-Senen-Salemba-Jatinegara. Pusat pemukiman besar pertama yang
dibuat oleh pihak pengembang swasta adalah
Pondok Indah (oleh PT Pembangunan Jaya) pada akhir dekade 1970-an di wilayah Jakarta Selatan.
Laju perkembangan penduduk ini pernah coba ditekan oleh gubernur
Ali Sadikin
pada awal 1970-an dengan menyatakan Jakarta sebagai "kota tertutup"
bagi pendatang. Kebijakan ini tidak bisa berjalan dan dilupakan pada
masa-masa kepemimpinan gubernur selanjutnya. Hingga saat ini, Jakarta
masih harus bergelut dengan masalah-masalah yang terjadi akibat
kepadatan penduduk, seperti
banjir,
kemacetan, serta kekurangan alat transportasi umum yang memadai.
Pada
Mei 1998, terjadi
kerusuhan di Jakarta yang memakan korban banyak etnis
Tionghoa.
Gedung MPR/DPR diduduki oleh para mahasiswa yang menginginkan
reformasi. Buntut kerusuhan ini adalah turunnya
Presiden Soeharto dari kursi kepresidenan.
Ekonomi
Jakarta merupakan kota dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup
pesat. Saat ini, lebih dari 70% uang negara beredar di Jakarta.
[19]
Perekonomian Jakarta terutama ditunjang oleh sektor perdagangan, jasa,
properti, industri kreatif, dan keuangan. Beberapa sentra perdagangan di
Jakarta yang menjadi tempat perputaran uang cukup besar adalah kawasan
Tanah Abang dan Glodok. Kedua kawasan ini masing-masing menjadi pusat
perdagangan tekstil serta barang-barang elektronik, dengan sirkulasi ke
seluruh Indonesia. Bahkan untuk barang tekstil dari Tanah Abang, banyak
pula yang menjadi komoditi ekspor. Sedangkan untuk sektor keuangan, yang
memberikan kontribusi cukup besar terhadap perekonomian Jakarta adalah
industri perbankan dan pasar modal. Untuk industri pasar modal, pada
bulan Mei 2013 Bursa Efek Indonesia tercatat sebagai bursa yang
memberikan keuntungan terbesar, setelah
Bursa Efek Tokyo.
[20]
Pada bulan yang sama, kapitalisasi pasar Bursa Efek Indonesia telah
mencapai USD 510,98 miliar atau nomor dua tertinggi di kawasan ASEAN.
[21]
Pada tahun 2012, pendapatan per kapita masyarakat Jakarta sebesar Rp 110,46 juta per tahun (USD 12,270).
[22]
Sedangkan untuk kalangan menengah atas dengan penghasilan Rp 240,62
juta per tahun (USD 26,735), mencapai 20% dari jumlah penduduk. Disini
juga bermukim lebih dari separuh orang-orang kaya di Indonesia dengan
penghasilan minimal USD 100,000 per tahun. Kekayaan mereka terutama
ditopang oleh kenaikan harga saham serta properti yang cukup signifikan.
Saat ini Jakarta merupakan kota dengan tingkat pertumbuhan harga
properti mewah yang tertinggi di dunia, yakni mencapai 38,1%.
[23]
Selain hunian mewah, pertumbuhan properti Jakarta juga ditopang oleh
penjualan dan penyewaan ruang kantor. Pada periode 2009-2012,
pembangunan gedung-gedung pencakar langit (di atas 150 meter) di Jakarta
mencapai 87,5%. Hal ini telah menempatkan Jakarta sebagai salah satu
kota dengan pertumbuhan pencakar langit tercepat di dunia.
[24]
Pada tahun 2020, diperkirakan jumlah pencakar langit di Jakarta akan
mencapai 250 unit. Dan pada saat itu Jakarta telah memiliki gedung
tertinggi di Asia Tenggara dengan ketinggian mencapai 638 meter (The
Signature Tower).
Transportasi
DKI Jakarta, tersedia jaringan jalan raya dan
jalan tol yang melayani seluruh kota, namun perkembangan jumlah mobil dengan jumlah jalan sangatlah timpang (5-10% dengan 4-5%).
Menurut data dari Dinas Perhubungan DKI, tercatat 46 kawasan dengan
100 titik simpang rawan macet di Jakarta. Definisi rawan macet adalah
arus tidak stabil, kecepatan rendah serta antrean panjang. Selain oleh
warga Jakarta, kemacetan juga diperparah oleh para pelaju dari kota-kota
di sekitar Jakarta seperti
Depok,
Bekasi,
Tangerang, dan
Bogor yang bekerja di Jakarta. Untuk di dalam kota, kemacetan dapat dilihat di
Jalan Sudirman,
Jalan Thamrin,
Jalan Rasuna Said,
Jalan Satrio, dan
Jalan Gatot Subroto. Kemacetan sering terjadi pada pagi dan sore hari, yakni disaat jam pergi dan pulang kantor.
Untuk melayani mobilitas penduduk Jakarta, pemerintah menyediakan sarana bus
PPD.
Selain itu terdapat pula bus kota yang dikelola oleh pihak swasta,
seperti Mayasari Bhakti, Metro Mini, Kopaja, dan Bianglala. Bus-bus ini
melayani rute yang menghubungkan terminal-terminal dalam kota, antara
lain Pulogadung, Kampung Rambutan, Blok M, Kalideres, Grogol, Tanjung
Priok, Lebak Bulus, Rawamangun, dan Kampung Melayu.
Untuk angkutan lingkungan, terdapat angkutan kota seperti Mikrolet
dan KWK, dengan rute dari terminal ke lingkungan sekitar terminal.
Selain itu ada pula
ojek,
bajaj, dan
bemo
untuk angkutan jarak pendek. Tidak seperti wilayah lainnya di Jakarta
yang menggunakan sepeda motor, di kawasan Tanjung Priok dan Jakarta
Kota, pengendara ojek menggunakan sepeda ontel. Angkutan
becak masih banyak dijumpai di wilayah pinggiran Jakarta seperti di Bekasi, Tangerang, dan Depok.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah memulai pembangunan kereta bawah tanah (
subway) pada 2 Mei 2013 yang dananya diperoleh dari pinjaman lunak negara Jepang. Subway jalur
Lebak Bulus
hingga Bundaran Hotel Indonesia sepanjang 15 km ditargetkan beroperasi
pada 2017. Jalur kereta monorel juga sedang dipersiapkan melayani jalur
Semanggi - Roxy yang dibiayai swasta dan jalur Kuningan - Cawang -
Bekasi - Bandara Soekarno Hatta yang dibiayai pemerintah pusat. Untuk
lintasan kereta api, pemerintah pusat sedang menyiapkan
double track pada jalur lintasan kereta api Manggarai-
Cikarang. Selain itu juga, saat ini sedang dibangun jalur kereta api dari Manggarai menuju Bandara Soekarno-Hatta di Cengkareng.
Transjakarta
Sejak tahun 2004, Pemerintah Daerah DKI Jakarta telah menghadirkan layanan transportasi umum yang dikenal dengan
TransJakarta.
Layanan ini menggunakan bus AC dan halte yang berada di jalur khusus.
Saat ini ada dua belas koridor Transjakarta yang telah beroperasi,
yaitu :
Kereta Listrik
Selain bus kota, angkutan kota, dan bus
Transjakarta, sarana transportasi andalan masyarakat
Jakarta adalah
kereta rel listrik atau yang biasa dikenal dengan
KRL Jabotabek.
Kereta listrik ini beroperasi dari pagi hari hingga malam hari,
melayani masyrakat penglaju yang bertempat tinggal di seputaran
Jabodetabek. Ada beberapa jalur
kereta rel listrik, yakni
- Jalur Merah Jakarta Kota - Bogor, lewat Gambir, Manggarai, Pasar Minggu, dan Depok.
- Jalur Jingga Bogor - Jatinegara, lewat Gambir, Jakarta Kota, dan Pasar Senen.
- Jalur Biru Jakarta Kota - Bekasi, lewat Gambir, Manggarai, dan Jatinegara.
- Jalur Hijau Tanah Abang - Maja, lewat Kebayoran Lama dan Serpong.
- Jalur Coklat Duri - Tangerang, lewat Rawa Buaya.
- Jalur Ungu Jakarta Kota - Pelabuhan Tanjung Priok.
- Jalur Pengumpan.
Angkutan Sungai
Angkutan Sungai, atau lebih populer dengan sebutan Waterways, adalah
sebuah sistem transportasi alterntif melalui sungai di Jakarta,
Indonesia. Sistem transportasi ini diresmikan penggunaannya oleh
Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso pada tanggal 6 Juni 2007. Sistem ini
merupakan bagian dari penataan sistem transportasi di Jakarta yang
disebut Pola Transportasi Makro (PTM). Dalam PTM disebutkan bahwa arah
penataan sistem transportasi merupakan integrasi beberapa model
transportasi yang meliputi Bus Rapid Transit (BRT), Light Rapid Transit
(LRT), Mass Rapid Transit (MRT), dan Angkutan Sungai (Waterways).
Waterways mulai dioperasikan dan diintegrasikan dalam transportasi
makro Jakarta setelah peresmian rute Halimun-Karet sepanjang 1,7
kilometer oleh Gubernur Sutiyoso pada 6 Juni 2007. Rute ini merupakan
bagian dari perencanaan rute Manggarai-Karet sepanjang 3,6 kilometer.
Waterways merupakan kelanjutan dari pengoperasian sistem transportasi
TransJakarta. Untuk mengawali Waterways, Dinas Perhubungan Provinsi DKI
Jakarta mengoperasikan dua unit kapal yang masing-masing berkapasitas 28
orang yang disebut KM Kerapu III dan KM Kerapu IV yang berkecepatan
maksimal 8 knot
Infrastruktur
Sebagai salah satu kota metropolitan dunia, Jakarta telah memiliki
infrastruktur penunjang berupa jalan, listrik, telekomunikasi, air
bersih, gas, serat optik, bandara, dan pelabuhan. Saat ini rasio jalan
di Jakarta mencapai 6,2% dari luas wilayahnya.
[25] Selain jalan protokol, jalan ekonomi, dan jalan lingkungan, Jakarta juga didukung oleh jaringan
Jalan Tol Lingkar Dalam,
Jalan Tol Lingkar Luar,
Jalan Tol Jagorawi, dan
Jalan Tol Ulujami-Serpong.
Pemerintah juga berencana akan membangun Tol Lingkar Luar tahap kedua
yang mengelilingi kota Jakarta dari Bandara Soekarno
Hatta-Tangerang-Serpong-Cinere-Cimanggis-Cibitung-Tanjung Priok.
Untuk ke kota-kota lain di
Pulau Jawa, Jakarta terhubung dengan
Jalan Tol Jakarta-Cikampek yang bersambung dengan
Jalan Tol Cipularang. Selain itu juga tersedia layanan kereta api yang berangkat dari enam stasiun pemberangkatan di
Jakarta. Untuk ke
Pulau Sumatera, tersedia ruas
Jalan Tol Jakarta-Merak yang kemudian dilanjutkan dengan layanan penyeberangan dari
Pelabuhan Merak ke
Bakauheni.
Untuk ke luar pulau dan luar negeri,
Jakarta memiliki satu pelabuhan laut di
Tanjung Priok dan dua bandar udara yaitu:
Untuk pengadaan air bersih, saat ini Jakarta dilayani oleh dua perusahaan asing, yakni Thames Jaya (
Inggris) untuk wilayah sebelah timur Sungai Ciliwung, dan PAM Lyonnaise Jaya (
Prancis)
untuk wilayah sebelah barat Sungai Ciliwung. Pada tahun 2010, kedua
perusahaan ini hanya menyuplai air bersih kepada 44% penduduk Jakarta.
Kependudukan
Berdasarkan data BPS pada tahun 2011, jumlah penduduk Jakarta adalah
10.187.595 jiwa. Namun pada siang hari, angka tersebut dapat bertambah
seiring datangnya para pekerja dari
kota satelit seperti
Bekasi,
Tangerang,
Bogor, dan
Depok.
Agama
Agama yang dianut oleh penduduk DKI Jakarta beragam. Menurut data
pemerintah DKI pada tahun 2005, komposisi penganut agama di kota ini
adalah
Islam (84,4%),
Kristen Protestan (6,2 %),
Katolik (5,7 %),
Hindu (1,2 %), dan
Buddha (3,5 %)
[27] Jumlah umat Buddha terlihat lebih banyak karena umat
Konghucu
juga ikut tercakup di dalamnya. Angka ini tidak jauh berbeda dengan
keadaan pada tahun 1980, dimana umat Islam berjumlah 84,4%; diikuti oleh
Protestan (6,3%), Katolik (2,9%), Hindu dan Buddha (5,7%), serta Tidak
beragama (0,3%)
[28] Menurut Cribb, pada tahun 1971 penganut agama
Kong Hu Cu secara relatif adalah 1,7%. Pada tahun 1980 dan 2005, sensus penduduk tidak mencatat agama yang dianut selain keenam
agama yang diakui pemerintah.
Berbagai
tempat peribadatan agama-agama dunia dapat dijumpai di Jakarta. Masjid dan mushala, sebagai rumah ibadah umat
Islam, tersebar di seluruh penjuru kota, bahkan hampir di setiap lingkungan. Masjid terbesar adalah masjid nasional,
Masjid Istiqlal, yang terletak di
Gambir. Sejumlah masjid penting lain adalah
Masjid Agung Al-Azhar di
Kebayoran Baru,
Masjid At Tin di
Taman Mini, dan Masjid Sunda Kelapa di
Menteng.
Sedangkan gereja besar yang terdapat di Jakarta antara lain,
Gereja Katedral Jakarta, Gereja Santa Theresia di Menteng, dan
Gereja Santo Yakobus di Kelapa Gading untuk umat Katolik. Masih dalam lingkungan di dekatnya, terdapat bangunan
Gereja Immanuel yang terletak di seberang
Stasiun Gambir bagi umat
Kristen Protestan. Selain itu, ada Gereja Koinonia di Jatinegara,
Gereja Sion di Jakarta Kota, Gereja Kristen Toraja di Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Bagi umat Hindu yang bermukim di Jakarta dan sekitarnya, terdapat
Pura Adhitya Jaya yang berlokasi di Rawamangun, Jakarta Timur, dan Pura
Segara di Cilincing, Jakarta Utara. Rumah ibadah umat Buddha antara lain
Vihara Dhammacakka Jaya di
Sunter,
Vihara Theravada Buddha Sasana di
Kelapa Gading, dan Vihara Silaparamitha di Cipinang Jaya. Sedangkan bagi penganut Konghucu terdapat
Kelenteng Jin Tek Yin. Jakarta juga memiliki satu
sinagoga yang digunakan oleh pekerja asing Yahudi.
[rujukan?]
Etnis
Berdasarkan sensus penduduk tahun
2000, tercatat bahwa penduduk Jakarta berjumlah 8,3 juta jiwa yang terdiri dari orang
Jawa sebanyak 35,16%,
Betawi (27,65%),
Sunda (15,27%),
Tionghoa (5,53%),
Batak (3,61%),
Minangkabau (3,18%),
Melayu (1,62%),
Bugis (0,59%),
Madura (0,57%),
Banten (0,25%), dan
Banjar (0,1%)
[29]
Jumlah penduduk dan komposisi etnis di Jakarta, selalu berubah dari
tahun ke tahun. Berdasarkan sensus penduduk tahun 2000, tercatat bahwa
setidaknya terdapat tujuh etnis besar yang mendiami Jakarta.
Suku Jawa
merupakan etnis terbesar dengan populasi 35,16% penduduk kota. Etnis
Betawi berjumlah 27,65% dari penduduk kota. Pembangunan Jakarta yang
cukup pesat sejak awal tahun 1970-an, telah banyak menggusur
perkampungan etnis Betawi ke pinggiran kota. Pada tahun 1961, orang
Betawi masih membentuk persentase terbesar di wilayah pinggiran seperti
Cengkareng,
Kebon Jeruk,
Pasar Minggu, dan
Pulo Gadung[30]
Orang
Tionghoa
telah hadir di Jakarta sejak abad ke-17. Mereka biasa tinggal
mengelompok di daerah-daerah pemukiman yang dikenal dengan istilah
Pecinan. Pecinan atau Kampung Cina dapat dijumpai di
Glodok,
Pinangsia, dan
Jatinegara, selain perumahan-perumahan baru di wilayah
Kelapa Gading,
Pluit, dan
Sunter. Orang Tionghoa banyak yang berprofesi sebagai pengusaha atau pedagang.
[31] Disamping etnis Tionghoa, etnis
Minangkabau juga banyak yang berdagang, di antaranya perdagangan grosir dan eceran di pasar-pasar tradisional kota Jakarta.
Masyarakat dari Indonesia Timur, terutama etnis Bugis, Makassar, dan Ambon, terkonsentrasi di wilayah
Tanjung Priok. Di wilayah ini pula, masih banyak terdapat masyarakat keturunan
Portugis, serta orang-orang yang berasal dari
Luzon,
Filipina.
Pemerintahan
Dasar hukum bagi DKI Jakarta adalah Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 29 Tahun 2007, tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota
Jakarta sebagai ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia. UU ini
menggantikan UU Nomor 34 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah
Khusus Ibu kota Negara Republik Indonesia Jakarta serta UU Nomor 11
Tahun 1990 tentang Susunan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu kota Negara
Republik Indonesia Jakarta yang keduanya tidak berlaku lagi.
Jakarta berstatus setingkat provinsi dan dipimpin oleh seorang
gubernur. Berbeda dengan provinsi lainnya, Jakarta hanya memiliki
pembagian di bawahnya berupa kota administratif dan kabupaten
administratif, yang berarti tidak memiliki perwakilan rakyat tersendiri.
DKI Jakarta memiliki status khusus sebagai
Daerah Khusus Ibukota. DKI Jakarta ini dibagi kepada lima
kota dan satu
kabupaten.
Pendidikan
DKI Jakarta menyediakan sarana pendidikan dari
taman kanak-kanak sampai
perguruan tinggi. Kualitas dari pendidikan pun juga sangat bervariasi dari gedung mewah ber-
AC sampai yang sederhana.
Belakangan ini mulai muncul berbagai sekolah dengan kurikulum yang diserap dari negara lain seperti
Singapura dan
Australia.
Sekolah lain dengan kurikulum Indonesia pun juga muncul dengan metode
pengajaran yang berbeda, seperti Sekolah Dasar Islam Terpadu. Selain
sekolah yang didirikan oleh pemerintah, banyak pula sekolah yang
dikembangkan oleh pihak swasta, seperti
Al-Azhar, Muhammadiyah, BPK Penabur,
Kolese Kanisius,
Don Bosco, Tarakanita, Pangudi Luhur, Santa Ursula, Regina Pacis dan Marsudirini.
DKI Jakarta juga menjadi lokasi berbagai
universitas terkemuka, antara lain :
- Universitas Indonesia
- Universitas Negeri Jakarta
- Universitas Bina Nusantara
- Universitas Bakrie
- Universitas Pancasila
- Universitas Kristen Krida Wacana
- Universitas Kristen Indonesia
- Universitas Pelita Harapan
- Universitas Multimedia Nusantara
- Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
- Universitas Trisakti
- Universitas Atma Jaya
- Universitas Tarumanegara
- Universitas Gunadarma
- Universitas Budi Luhur
- Universitas Mercu Buana
- Universitas Indonusa Esa Unggul
- Sekolah Tinggi Teknik-PLN
- Universitas Al Azhar Indonesia
- Universitas Bunda Mulia
- Universitas Borobudur
- Universitas Jayabaya
- Universitas Darma Persada
- Universitas Islam Djakarta
- Universitas Pembangunan Nasional
- Universitas Khrisnadwipayana
- Institut Sains dan Teknologi Nasional
- dan masih banyak lagi institut, universitas maupun sekolah tinggi lainnya
Pariwisata
Jakarta merupakan salah satu destinasi wisata yang cukup baik di
Indonesia. Untuk meningkatkan jumlah wisatawan yang berkunjung ke
Jakarta, pemerintah mengadakan program "Enjoy Jakarta". Beberapa tempat
pariwisata yang terkenal dan biasa dikunjungi oleh para wisatawan lokal
dan mancanegara diantaranya adalah
Taman Mini Indonesia Indah,
Pulau Seribu,
Kebun Binatang Ragunan, dan
Taman Impian Jaya Ancol (termasuk taman bermain
Dunia Fantasi dan
Seaworld Indonesia). Disamping itu Jakarta juga memiliki banyak tempat wisata sejarah, yakni berupa museum dan tugu. Diantaranya adalah
Museum Gajah,
Museum Fatahillah, dan
Monumen Nasional.
[44]
Disamping tempat wisatanya yang memadai, saat ini di Jakarta telah
tersedia sekitar 219 hotel berbintang, 3.173 restoran, dan 40 balai
pertemuan.
[45] Hampir semua jaringan hotel kelas dunia telah membuka gerainya di Jakarta, seperti
JW Marriott Jakarta,
The Ritz-Carlton Jakarta, Shangri-La Hotel, dan Grand Hyatt Jakarta.
Wisata Belanja
Dalam rangka menciptakan Jakarta sebagai kota tujuan wisata belanja,
setiap bulan Juni-Juli pemerintah mengadakan program "Jakarta Great
Sale". Program ini diadakan di pusat-pusat perbelanjaan yang terdapat di
Jakarta. Untuk mewujudkan Jakarta sebagai tujuan wisata belanja yang
unggul, pemerintah saat ini sedang mengembangkan poros Casablanca-Satrio
sebagai poros wisata belanja. Di poros ini, terdapat beberapa pusat
perbelanjaan untuk berbagai segmen, yaitu Mal Ambassador, ITC Kuningan,
Ciputra World Jakarta,
Kuningan City, dan Kota Kasablanka. Tak jauh dari situ berdiri pula
Plaza Festival, salah satu pusat kuliner yang menawarkan makanan-makanan
khas Jakarta.
Pasar dan Pusat perbelanjaan
-
Pasar Senen sekitar tahun
1970an
Jakarta memiliki nama-nama pasar sesuai dengan nama hari dalam sepekan. Namun dari nama-nama hari itu termasuk
Pasar Minggu,
Pasar Senen,
Pasar Rebo,
dan Pasar Jumat, dan kini menjadi nama sebuah daerah. Sementara, Pasar
Selasa, Pasar Kamis, dan Pasar Sabtu, tidak terdengar lagi, konon karena
terkalahkan oleh nama daerah. Nama pasar dikaitkan dengan nama hari
karena dalam riwayatnya, aktivitas di pasar itu dilakukan pada hari
tertentu. Misalnya, disebut
Pasar Senen karena aktivitas di pasar tersebut dulunya selalu dilakukan setiap hari
Senin. Kini nama tersebut menjadi sebuah kecamatan di wilayah
Jakarta Pusat.
Dalam arsip Kolonial, pasar pertama kali didirikan oleh seorang tuan
tanah berdarah Belanda bernama Yustinus Vinck di bagian selatan Castle
Batavia pada tahun
1730an. Pasar itu bernama Vincke Passer yang saat ini dikenal dengan nama
Pasar Senen.
Vincke Passer merupakan pasar pertama yang menerapkan sistem jual beli
dengan menggunakan uang sebagai alat jual beli yang sah.
Kemudian masuk pada abad ke-19 atau pada tahun
1801, pemerintah
VOC
memberikan kebijakan dalam perizinan membangun pasar kepada tuan tanah.
Namun dengan peraturan pasar yang didirikan dibedakan menurut harinya.
Vincke Passer
buka setiap hari Senin, sehingga orang pribumi sering menyebut Vincke
Passer sebagai Pasar Senen dan hingga saat ini nama tersebut masih
melekat hingga diabadikan menjadi sebuah nama daerah.
Selain Vincke Passer yang buka hari Senin, ada juga pasar yang buka
hari Selasa yakni Pasar Koja, pasar yang buka setiap hari Rabu adalah
Pasar Rebo yang kini menjadi Pasar Induk Kramat Jati. Kemudian pasar
yang buka setiap hari Kamis adalah
Mester Passer yang kini disebut
Pasar Jatinegara. Selanjutnya ada beberapa pasar yang buka di hari Jumat, seperti Pasar Lebakbulus, Pasar Klender, dan Pasar Cimanggis.
Untuk Pasar Sabtu, atau pasar yang bukanya setiap hari Sabtu adalah
Pasar Tanah Abang. Sedangkan
Pasar Minggu atau yang dulu dikenal dengan sebutan
Tanjung Oost Passer buka pada hari Minggu. Perbedaan pengoperasian pasar ini dilakukan
VOC
dengan alasan keamanan serta faktor untuk mempermudah orang dalam
berkunjung dan lebih mengenal suatu pasar. Namun kebijakan berlakunya
hari kerja pasar tak berlangsung lama. Sebab sejak VOC bangkrut akibat
banyak pejabat yang korupsi, pemerintahan Belanda di Batavia diambil
alih oleh Kerajaan Hindia-Belanda. Sejak zaman Hindia-Belanda, peraturan
hari kerja pasar pun tak berlaku lagi, hingga sebagian besar pasar buka
setiap hari, meski terlanjur menyandang nama hari sebagai nama pasar.
Di zaman
Hindia Belanda pada akhir abad ke-19 inilah banyak bermunculan pasar-pasar baru yang lebih modern, seperti
Pasar Baru dan
Pasar Glodok. Pasar-pasar yang muncul di era abad ke-19 akhir hingga awal abad ke-20 menjadi inspirasi lahirnya supermarket dan juga mal.
Sejak awal tahun 1980, Pemerintah DKI Jakarta gencar membangun
pusat-pusat perbelanjaan modern,
atau biasa yang dikenal dengan mal dan plaza. Saat ini Jakarta
merupakan salah satu kota di Asia yang banyak memiliki pusat
perbelanjaan.
[46] Beberapa pusat perbelanjaan modern di Jakarta memiliki luas yang cukup besar (lebih dari 100.000 m
2). Di pusat-pusat perbelanjaan tersebut hadir berbagai
waralaba internasional seperti
Starbucks,
Sogo, jaringan restoran siap saji
McDonalds. Selain itu, perusahaan-perusahaan waralaba nasional juga memenuhi ruang pusat-pusat perbelanjaan tersebut, seperti
Es Teler 77,
J.Co dan Bakmie Gajah Mada.
Di samping pusat-pusat perbelanjaan mewah, Jakarta juga memiliki
banyak pasar-pasar tradisional dan pusat perdagangan grosir antara lain
ITC Cempaka Mas, ITC Mangga Dua, ITC Roxy Mas,
Pasar Senen dan
Pasar Tanah Abang. Selain itu, terdapat pula hypermarket yang menjadi tren belanja kalangan menengah di Jakarta, antara lain
Carrefour,
Hypermart,
Giant,
Lotte Mart,
dan Ranch Market. Untuk lingkungan yang lebih kecil, tersedia pula
pusat belanja kebutuhan sehari-hari dengan harga yang terjangkau,
seperti
Indomaret dan
Alfamart. Di Jakarta terdapat pula pasar yang menjual barang-barang unik dan antik, seperti di Pasar Surabaya dan Pasar Rawabening.
Beberapa pusat perbelanjaan modern di Jakarta adalah :
Plaza Senayan, Jakarta Pusat
Jakarta Pusat
- Grand Indonesia, merupakan salah satu mal terluas dan paling prestisius di Indonesia. Mal ini terbagi menjadi dua distrik, yaitu West Mall dan East Mall. Mal yang terletak di Jalan Thamrin, Jakarta Pusat ini, memiliki luas 250.000 m2, dan menjadi tempat bagi merek-merek papan atas, seperti Zara, Louis Vuitton, Marks & Spencer, Chanel, Burberry, Forever21, GAP, Gucci, Guess, Polo, dan Samuel & Kevin. Termasuk Toko Buku Gramedia. Di bagian bawah pusat perbelanjaan ini terdapat berbagai macam restoran yang dapat dinikmati oleh para pengunjung.
- Plaza Indonesia, terletak di Jalan MH. Thamrin, Jakarta Pusat. Dengan luas sekitar 42.540 m2, mall ini pernah menjadi tempat pertama berdirinya Sogo Department Store Indonesia, namun telah ditutup sejak tahun 2009. Di mall ini terdapat Debenhams Department Store, Louis Vuitton, Food Hall, dan Hard Rock Cafe. Mall ini terintergrasi dengan EX Plaza, Grand Hyatt Hotel Jakarta, The Plaza Office Tower, The Keraton Hyatt Residence, dan Kedutaan Besar Jepang.
- Plaza Senayan, merupakan mal besar di Jakarta yang terletak di Jalan Asia Afrika, Jakarta Selatan. Mall ini memiliki luas 130.500 m2. Di mall ini terdapat sejumlah department store kelas menengah keatas seperti Sogo Department Store dan Metro Department Store. Di mall ini juga terdapat toko buku yang terkenal di dunia, yakni Kinokuniya. Di bagian atrium mall ini terdapat sebuah jam raksasa buatan Seiko, Jepang. Jam ini terdiri dari 6 patung pemusik, setiap patung memainkan alat musik yang berbeda.
- Senayan City, terletak di Jalan Asia Afrika, Jakarta Selatan. Mall ini terletak berseberangan dengan Plaza Senayan dan berdekatan dengan Gelora Bung Karno. Mall ini memiliki luas 68.000 m2. Di atas mall ini terdapat menara kantor stasiun televisi SCTV.
Jakarta Barat
- Central Park Mall, terletak di Jalan S. Parman, Jakarta Barat. Mall ini memiliki luas 167.000 m2. Desain mal ini meniru gaya unsur alam. Di mall ini terdapat sebuah food court yang asri, lalu terdapat Sogo Department Store, Carrefour, dan Central Park Furnishings. Mall ini terletak di kawasan Podomoro City yang dikembangkan oleh Agung Podomoro.
- Mal Taman Anggrek, terletak di Jalan S. Parman, Jakarta Barat. Dengan luas sekitar 130.000 m2, pusat perbelanjaan ini menyediakan lapangan ski indoor yang terbesar di Asia Tenggara.
- Mall Ciputra Jakarta,
berada di lokasi yang sangat strategis, yakni berada di depan jalan tol
dan diapit oleh 2 universitas tekenal. Mall ini terletak di Jalan S.
Parman, Jakarta Barat. Mall ini memiliki luas 80.000 m2. Diatas mall ini terdapat Hotel Ciputra Jakarta. Di mall ini terdapat Matahari Department Store dan Hero Supermarket.
Jakarta Utara
- Mal Artha Gading, merupakan salah satu mal yang paling unik di Jakarta. Konsep interior mall ini meniru gaya sejarah Jalur Sutera. Mall ini memiliki 7 buah atrium, yakni atrium Nusantara, China, India, Persia, Italia, Paris, dan Millenium. Mal ini memiliki luas 270.000 m2. Di mall ini terdapat Ace Hardware & Index, Diamond Supermarket, Electronic City, IT Center, Amazone, Artha XXI dan lain lain.
- Mal Kelapa Gading, terletak di Jalan Kelapa Gading Boulevard, Jakarta Utara. Dengan luas mencapai 147.000 m2, mal ini memiliki food court dan pusat mode terlengkap di Jakarta.
- Emporium Pluit Mall, terletak di Jalan Pluit Selatan Raya, Jakarta Utara. Dengan luas 61.243 m2, mall ini memiliki Sogo Department Store, Carrefour, dan anchor tenant lainnya.
Mal Taman Anggrek, Jakarta Barat
Jakarta Selatan
- Pondok Indah Mall,
terletak di Jalan Arteri Pondok Indah, Jakarta Selatan. Mall ini
terdiri dari 2 bangunan utama yakni Pondok Indah Mall I dan II. Pondok
Indah Mall II adalah mall terlengkap untuk memenuhi kebutuhan warga Jakarta Selatan. Di mall II ini terdapat Sogo Department Store, Metro Department Store, dan banyak tenant besar lainnya.
- Pacific Place Jakarta, terletak di kawasan SCBD. Di atas mall ini terdapat Ritz Carlton Hotel Pacific Place dan dua menara Ritz Carlton Residence. Di mall ini terdapat M Pacific Place, Kidzania, Blitzmegaplex, Kem Chicks, dan tenant lainnya.
- Cilandak Town Square, terletak di Jalan TB. Simatupang, Jakarta Selatan. Mall ini terkenal sebagai pusat hiburan di Jakarta Selatan. Di mal ini terdapat banyak restoran, lounge, dan cafe.
Jakarta Timur
Kebudayaan
Budaya Jakarta merupakan budaya
mestizo,
atau sebuah campuran budaya dari beragam etnis. Sejak zaman Belanda,
Jakarta merupakan ibu kota Indonesia yang menarik pendatang dari dalam
dan luar Nusantara. Suku-suku yang mendiami Jakarta antara lain,
Jawa,
Sunda,
Minang,
Batak, dan
Bugis. Selain dari penduduk Nusantara, budaya Jakarta juga banyak menyerap dari budaya luar, seperti budaya
Arab,
Tiongkok,
India, dan
Portugis.
Jakarta merupakan daerah tujuan urbanisasi berbagai ras di dunia dan
berbagai suku bangsa di Indonesia, untuk itu diperlukan bahasa
komunikasi yang biasa digunakan dalam perdagangan yaitu
Bahasa Melayu. Penduduk asli yang berbahasa Sunda pun akhirnya menggunakan bahasa Melayu tersebut.
Walau demikian, masih banyak nama daerah dan nama sungai yang masih tetap dipertahankan dalam
bahasa Sunda
seperti kata Ancol, Pancoran, Cilandak, Ciliwung, Cideng, dan lain-lain
yang masih sesuai dengan penamaan yang digambarkan dalam naskah kuno
Bujangga Manik[47] yang saat ini disimpan di perpustakaan Bodleian, Oxford, Inggris.
Meskipun bahasa formal yang digunakan di Jakarta adalah
Bahasa Indonesia, bahasa informal atau bahasa percakapan sehari-hari adalah
Bahasa Melayu dialek Betawi. Untuk penduduk asli di Kampung Jatinegara Kaum, mereka masih kukuh menggunakan bahasa leluhur mereka yaitu
bahasa Sunda.
Bahasa daerah juga digunakan oleh para penduduk yang berasal dari daerah lain, seperti
Jawa,
Sunda,
Minang,
Batak,
Madura,
Bugis,
Inggris dan
Tionghoa.
Hal demikian terjadi karena Jakarta adalah tempat berbagai suku bangsa
bertemu. Untuk berkomunikasi antar berbagai suku bangsa, digunakan
Bahasa Indonesia.
Selain itu, muncul juga
bahasa gaul yang tumbuh di kalangan anak muda dengan kata-kata yang kadang-kadang dicampur dengan bahasa asing.
Bahasa Inggris merupakan bahasa asing yang paling banyak digunakan, terutama untuk kepentingan diplomatik, pendidikan, dan
bisnis.
Bahasa Mandarin juga menjadi bahasa asing yang banyak digunakan, terutama di kalangan pebisnis Tionghoa.
Makanan
Jakarta merupakan kota internasional yang banyak menyajikan makanan
khas dari seluruh dunia. Di wilayah-wilayah yang banyak didiami oleh
para ekspatriat asing, seperti di daerah Menteng, Kemang, Pondok Indah,
dan daerah pusat bisnis Jakarta, tidak sulit untuk menjumpai
makanan-makanan khas asal Eropa, China, Jepang dan Korea.
Makanan-makanan ini biasanya dijual dalam restoran-restoran mewah.
Di Jakarta, dan seperti kota-kota lainnya di Indonesia,
Rumah Makan Padang
merupakan restoran yang paling banyak dijumpai. Hampir di setiap sudut
kota, dengan mudahnya dijumpai rumah makan yang manyajikan masakan asal
Minangkabau ini. Selain Masakan Minang, Jakarta juga memiliki makanan khasnya. Yang paling terkenal adalah
Kerak Telor,
Soto Betawi,
Kue Ape, Roti Buaya, Combro, dan Nasi Uduk. Sebagai tempat bermukimnya
berbagai etnis di Indonesia, disini juga bisa ditemukan berbagai macam
makanan tradisional dari daerah lainnya, seperti
Rawon,
Rujak Cingur, dan
Kupang Lontong.
Olahraga
Gelora Bung Karno pada acara AFC Cup 2007
Sejak masa Presiden
Soekarno hingga saat ini, Jakarta sering menjadi tempat penyelenggaraan
event-event olahraga berskala internasional, di antaranya pernah menjadi tuan rumah
Asian Games pada tahun
1962,
Piala Asia pada tahun
2007 dan beberapa kali menjadi tuan rumah Pesta Olahraga bangsa-bangsa Asia Tenggara atau yang lebih dikenal dengan
Sea Games. Mayoritas masyarakat Jakarta gemar berolahraga.
Sepak bola merupakan cabang permainan yang banyak diminati masyarakat, di samping
bulu tangkis,
bola voli, dan
bola basket. Jakarta memiliki beberapa klub sepak bola profesional. Diantaranya
Persija Jakarta Pusat dan
Persitara Jakarta Utara, yang saat ini ikut berlaga di kompetisi
Liga Super Indonesia.
Tempat-tempat olahraga di Jakarta antara lain:
Gelora Bung Karno Senayan di
Jakarta Pusat;
Stadion Lebak Bulus, GOR Bulungan, Lapangan Golf Pondok Indah, Lapangan Golf Matoa, dan
GOR Soemantri Brodjonegoro Kuningan di
Jakarta Selatan; Stadion Tugu,
Stadion Kamal, Gedung Basket Kelapa Gading, Lapangan Golf
Ancol, dan Sports Mall Kelapa Gading di Jakarta Utara; Stadion Bea Cukai Rawa Mangun, Lapangan Golf Rawa Mangun, Pacuan Kuda Pulo Mas, dan Gedung Senam DKI Radin Inten di Jakarta Timur